Thursday 22 January 2009

Memberi tanpa syarat


Waktu kecil saya pernah punya pengalaman yang cukup membekas dalam jiwa saya .
bermula setiap jalan jalan kepasar dikota kecil saya Gresik, sepanjang jalan sering bertemu peminta minta, baik muda tua, sehat ataupun ada yang sakit/cacat anggota tubuhnya. Satu dua kali saya sering memberi sekedar uang receh pada mereka tapi lama kelamaan kakak perempuan saya sempat pula mengerutu. " wah..nggak usah dikasih Ren nanti jadi kebiasaan" atau kadang " kasih saja yang bener benar sudah tua atau cacat kalau yang masih muda nggak usa dikasi "

begitu pula setiap ada pengemis didepan rumah kalu masih muda kakak saya bilang "nggak usah dikasih " kadang hampir tiap sore seorang peminta2 tua sudah menjadi langganan dirumah kami dan bener saja kalu ketemu kakak saya kadang sempat tedengar ngerundel " minta koq tiap hari "

tapi saya pernah belajar satu hal dari bapak saya almarhum ( semoga mendapat tempat terbaik disisi Allah SWT ) setiap hari jumat sebelum sholat jumat di masjid Jami' /besar di kota saya , bapak selaluh menyiapakan dikantongnya uang recehan agak banyakrupanya bapak selauh memberi anak2 yang meminta minta didepan Masjid dengan uang recehan tersebut, kadang pula didepan rumah kalau ada pengamen yang menyayikan sebuah lagu bapak panggil suruh menyanyi beberapa lagu( karena bapak suka lagu2) kemudian bapak akan kasih uang agak banyak buat pengamen tersebut. Bapak pun tidak pernah membedah bedakan kalau memberi peminta minta.

pernah suatu hari bapak berkata kepada saya " bahwa memberi uang recehan itu tidak akan membuat kamu miskin, senang melihat orng senang itulah maksudnya tidak mempersulit begitu pelajaran yang pernah bapak katakan kepada saya " lebih tepatnya dengan bahasa saya adalah " Memberi tanpa syarat "

saya tidak begitu faham dalam hal agama , pernah saya baca entah hadist atau apa " bahwa jikau ada seorang peminta minta sekalipun ia naik kuda maka tetap berilah dia ". Begitulah yang ingin saya share kali ini " memberi tanpa syarat "

7 comments:

Senoaji said...

setuju banget...cuman terkadang kita juga perlu melihat realitasnya.. bahwa ngemis jadi bisnis belas kasihan.. [hehehehehehehe]

tabiek
senoaji

Anonymous said...

memberi tanpa syarat...
terlihat mudah tapi sebetulnya sulit dilakukan...karena harus benar2 iklas...makasih sudah diingatkan
Nice post.mba..

Anonymous said...

betul mbak atca itulah hal tersulit karea iklas abstrak dan parameternya hanya diri kita dan Tuhan.

Mas seno...betul ada memang realita itu but someday biarkan hati kita tanpa hitung mengihitung/berbisnis hanya untuk sekedar memberi seribu dua ribu pada peminta minta.

lo kalau nggak punya uang ya nggak apa2 to nggak perlu ngasi..to bukan suatu paksaan

Anonymous said...

Tuit2... fuda dataaaaang...

perasaan tadi siang fuda dah ngisi komen..di postingan PR award deh..
panjang banged.
tapi ko nga ada yagh..zzz horor

*srius mode on*menarik neh postingannya..

mengenai pengemis atau pengamen, pengalaman pribadi sih nga pernah milih2. Mau sehat,cacat tua muda.

asal ada receh sribuan atau limaratus perak pasti di kasih (biasanya sih ada, abis narik ojek hiahaha-canda :p)

nga bisa di pungkiri lagi pengemis skarang sudah merupakan suatu profesi.

fuda cuman ngerasa, betapa nga enaknya ga punya duid untuk sesuap nasi. ngerasain gmn susahnya cari duid.

dulu waktu masih muda*dah uzur skarang fud?* pernah jaga warnet sambil kuliah cuman 15 ribu/hari 8jam kerja. bwat makan aja nga cukup kyaknya.

so nga ada salahnya berbagi.mungkin mreka blom ada keahlian untuk kerja. mudah2an dengan berbaginya rejeki dapat mringankan beban hidup.agar kelak dapat berguna dan mampu berusaha lebih baik lagi.

tapi kadang2 ada yg kurang ajar. kyak crita postingannya mba Uke
http://anakboncel.net/?p=92

dia cerita tentang pengemis. di postingannya kurang lebih isinya bgini..

Btw jadi ingat pernah kasih uang recehan yang besarannya Rp 50,- dan Rp 100,- ke pengamen kecil yang berkeliling di kompleks perumahan, dan hasilnya… “byar… cringgg…cringg..”… ternyata uang recehan ini dibuang kembali ke halaman rumah oleh mereka. Katanya, “Ngasih duit beginian mana laku mbak!”.

Ya ampun…


nah looh klo kya di atas gmn..

WAKAKAKAKAKAKAKA,tengil abis..

Anonymous said...

Setiap hari aku selalu berusaha olah raga jalan kaki pagi sehabis solat subuh. Setiap kali jalan kaki itu aku sering menjumpai pengemis yang (maaf kondisi fisiknya memelas sekali) dan tidak mungkin bekerja. Ya bekerjanya dengan menjadi peminta-minta itu tadi. Aku usahakan memberi tali asih kepada pengemis itu setiap melangkah di depannya.
Ada rasa trenyuh di hati bahwa kita yang masih diberi anggota tubuh sempurna bisa bekerja kok cuek pada pengemis itu. Saya selalu melihat kebawah-ku dan bukan mendongak keatas-ku. Karenanya saya bagikan sebagian penghasilan saya dengan ikhlas. Termasuk kepada tukang becak sahabat setiaku di kampung halaman Solo yang masih mengayuh becak dengan mencarternya setiap pulang kampung hanya sekedar mengantarnya ke suatu tempat. Kendatipun ada kendaraan bermotor, aku tetap memilih temenku si abang becak ini untuk mengantarnya ke stasiun kereta api Solo Balapan. Begitu sampai stasiun KA Solo Balapan saya ajak teman tukang becak ini makan di warung depan stasiun.Saya traktir dan saya kasih ongkos becak melebihi ongkos standard becak di Solo.
Dengan berbagi kasih sebenarnya kita juga menerima berkat/anugerah kasih dari Yang Maha Kuasa.Itulah inti pelajaran REIKI dari Maha Guru Reiki Mikao Usui yang cinta damai merawat pengemis di Tokyo ketika beliau baru saja mendapatkan kemampuan Reiki.

Anonymous said...

Aku sering memberi pengemis tali asih setiap kali jalan kaki pagi dekat rumhku. Dengan memberi pada hakekatnya kita menerima.

raka said...

salam ... menarik sekali, belajar memberi tanpa pertimbangan, raka pikir itulah makna dari ketulusan. Memberi tanpa mengharapkan balasan, bahkan hanya sekedar ucapan terima kasih sekalipun.